Rumah orang tua saya di Magelang terletak di pinggir jalan besar. Dilewati bus antar kota dan minibus, dilewati 5 trayek angkot. Cukup 5 menit ke RS terdekat, 5 menit ke terminal, 10 menit ke mall terbesar di Magelang, 10 menit ke pasar tradisional terdekat.
Rumah saya di Sleman cukup dekat dengan jalan raya. Cuma 10 menit dari mall terdekat. 20-30 menit untuk ke pusat kota Jogja. Tapi tidak ada angkot di Sleman. Mau ke mana-mana harus pakai kendaraan pribadi atau kalau sekarang mungkin bisa memanfaatkan ojek/taksi online.
Berada di lokasi yang strategis dengan akses ke transportasi yang memadai adalah sebuah privilese tersendiri. Mereka yang tinggal di daerah pinggiran misalnya, atau yang tinggal di tempat yang tidak dilalui oleh transportasi umum, perlu merogoh kocek lebih untuk mendukung mobilitas mereka. Biaya transportasi di banyak kesempatan pada umumnya bukanlah harga yang bisa ditawar, baik itu untuk membayar moda yang mereka pakai atau untuk membayar bahan bakar kendaraan mereka. Dan biaya transportasi sangat mungkin menjadi beban besar bagi keuangan seseorang.
Ini adalah salah satu isu yang diangkat dalam transport poverty.
Apa itu transport poverty?
HiReach, sebuah project yang didanai EU untuk mengatasi transport poverty, pada presentasinya memberikan definisi bahwa seseorang dikatakan sebagai transport poor jika untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dasar sehari-hari menemukan setidaknya satu dari kondisi berikut :
HiReach, sebuah project yang didanai EU untuk mengatasi transport poverty, pada presentasinya memberikan definisi bahwa seseorang dikatakan sebagai transport poor jika untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dasar sehari-hari menemukan setidaknya satu dari kondisi berikut :
1. Availability - tidak ada pilihan transportasi yang memadai
2. Accessbility - pilihan transportasi yang ada tidak sampai ke tujuan yang ingin dicapai
3. Affordability - biaya transportasi terlalu mahal
4. Time budget - durasi perjalanan terlalu lama
5. Adequacy - lingkungan perjalanan berbahaya, tidak aman dan tidak sehat
Definisi tersebut merupakan elaborasi dari hasil penelitian Lucas et al (2016).
Ingat film pendek berjudul Tilik yang sempat viral beberapa waktu lalu? Itu salah satu contoh transport poverty yang terjadi di masyarakat. Menggunakan truk untuk pergi menjenguk ke rumah sakit setidaknya memenuhi poin availability dan adequacy.
Ingat film pendek berjudul Tilik yang sempat viral beberapa waktu lalu? Itu salah satu contoh transport poverty yang terjadi di masyarakat. Menggunakan truk untuk pergi menjenguk ke rumah sakit setidaknya memenuhi poin availability dan adequacy.
Berdasarkan kelima poin yang disebutkan di atas bisa disimpulkan bahwa tingkat transport poverty seseorang akan sangat bergantung pada posisi geografis (pusat kota, pinggiran, terpencil, dsb) serta kondisi sosial (umur, kesehatan, pekerjaan, dsb) dan tingkat ekonominya. Hal itu pula yang membuat transport poverty menjadi isu yang pelik karena setiap kelompok sosial, ekonomi, dan geografis akan memerlukan solusi yang berbeda. Dalam tulisannya, Lucas et al (2016) mengatakan berdasarkan beberapa penelitian, kelompok termiskin dalam masyarakat tidak mendapatkan manfaat yang sama dari perbaikan ataupun pembuatan infrastruktur dan layanan transportasi.
Keterbatasan dalam hal mobilitas mengakibatkan berkurangnya akses seseorang terhadap hak, kesempatan, dan sumber daya yang biasanya tersedia bagi kelompok yang lain, seperti misalnya pendidikan, lapangan pekerjaan, kesehatan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, tranport poverty dapat mengakibatkan terjadinya eksklusi sosial.
Transport poverty juga bisa menjadi lingkaran setan kemiskinan. Pawlik (2020) memberi contoh di mana transport poverty melanggengkan kemiskinan melalui fenomena Forced Car Ownership (FCO). FCO dijelaskan oleh Pawlik adalah situasi di mana seseorang dengan peluang mobilitas yang rendah menghabiskan sebagian besar anggaran rumah tangga untuk membeli dan mengoperasikan mobil meskipun pada saat yang sama melaporkan kesulitan finansial. Permasalahan mendasar pada FCO adalah seseorang dipaksa untuk memiliki moda transportasi untuk mendukung pekerjaannya dalam rangka meningkatkan kondisi finansial tetapi di saat yang bersamaan menanggung besarnya biaya perjalanan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Saya melihat fenomena FCO ini terjadi juga di beberapa daerah di Indonesia. Ya tidak harus mobil sih, motor juga termasuk.
Transport poverty sampai saat ini masih menjadi isu yang jarang mendapat perhatian, isu yang mungkin tidak terlalu kentara tetapi sangat dekat dengan kehidupan kita. Sampai saat ini transport poverty juga masih menjadi isu di negara-negara maju. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Referensi
Borgato, S., 2019, Innovative mobility solutions to cope with transport poverty, HiReach Project
Lucas, K., Mattioli, G. Verlinghieri, E. and Guzman, A., 2016, Transport and Its Adverse Social Consequences, Transport
Pawlik, A., 2020, Why Transport Poverty is an Issue of Social Exclusion, ImpactHub Vienna
Social Exclusion, Wikipedia, diakses 29 Januari 2021
Komentar
Posting Komentar