Di Antara Idealis dan Oportunis

Mencari pekerjaan memang bukan perkara mudah. Apalagi di daerah. Saya masih ingat belum terlalu lama ini pernah, karena ketinggalan kereta, naik bus malam dari Semarang ke Bandung. Ngobrol sebentar dengan orang di sebelah saya. Saya lupa apa saja yang diobrolkan tapi saya ingat satu hal yang dia katakan,"Di Magelang mau kerja apa." Saya hanya tersenyum. Satu sisi memang benar. Teman-teman yang saya kenal di Magelang kebanyakan kerja di bank atau guru.

Saya ingin jadi dosen. Dan sebenarnya ada kampus yang pernah menerima saya jadi dosen. Tetapi tawaran itu saya tolak karena buat saya gajinya gak nutup. Mama saya juga gak merestui kalau saya kerja di luar kota dengan gaji segitu. Mama bilang,"Kalau di Magelang ya gak masalah." Sayangnya kampus itu bukan di Magelang. Idealis? Mmm, realistis?

Setelah menolak tawaran itu saya mendaftar di almamater saya. Ujung-ujungnya gagal. Bahkan kami semua yang mendaftar untuk jurusan saya gagal, tidak ada satu pun yang diterima.

Tahun ini sudah 9 (and counting) kampus saya lamar. Banyak? Lumayan, belum lamaran yang ke perusahaan. Oportunis? Mmm, tapi lebih banyak yang tidak saya lamar. Idealis? Mmm, terlalu pemilih?

Saya ingin segera bekerja jadi saya rajin mencari informasi lowongan. Di sisi lain saya gak mau sembarangan dalam melamar pekerjaan dan saya juga gak mau melamar ke tempat yang saya sendiri gak tertarik karena satu dan lain hal. Tapi di sisi lain muncul pertanyaan, apa masih perlu terlalu memilih di waktu sekarang ini?

Merasa serba salah. Tapi kenapa harus merasa salah ya? Lha wong saya sendiri yang menjalani. Mungkin ini yang dimaksud "don't be too hard on yourself". Kalau kata Sade Andria Zabala,"Support yourself. Avoid becoming the villain in your own story."

Ya sudahlah. Sudah cukup galaunya. Nanti cap cip cup aja hahaha.

Btw, saya rajin amat yak ngeblog. Semoga masih tetep ngeblog kalau nanti sudah kerja. Ya walaupun page views minim ya hahaha.

Komentar