Bukan, saya bukan mau membahas lagunya Nicky Astria. Walaupun lagu Mengapa punya mbak Nicky Astria yang versi 6 menit jadi favorit saya buat karaoke tapi kesempatan kali ini saya mau membicarakan hal lain.
Sudah dari minggu lalu sebenarnya mau menuliskan tentang hal ini. Hanya saja terhalang oleh beberapa hal. Post ini juga sebagai selingan setelah 3 post di bulan ini ternyata semuanya ngomongin tentang dunia kerja. Walaupun Resign dari Jakarta sampai menduduki peringkat 2 post dengan view terbanyak, kali ini saya mau ngomongin hal yang personal.
Personal banget nih. Kalau gak suka pindah post lain aja. Atau mau coba blog baru saya, Catatan Otniel, yang teknis banget. Sudah saya peringatkan lho ya.
Baiklah.
Kalau kalian mengikuti blog ini dari awal pasti tahu cita-cita saya yang sampai sekarang belum kesampaian. Kalau belum tahu silakan baca post-post sebelum ini hahaha.
Saya ingin jadi dosen dan sudah beberapa kali mengikuti tahapan seleksi dosen di beberapa kampus baik negeri maupun swasta. Seperti kebanyakan tahapan rekrutmen, tahapan seleksi dosen pun tak lepas dengan yang namanya wawancara. Nah, saya baru sadar. Sejauh ini saya selalu ditanya,"kenapa kamu mau melamar jadi dosen di kampus ini?" Ada yang tidak puas dengan jawaban saya. Biasanya saya jawab kira-kira intinya,"Bukan karena kampus ini Pak/Bu tapi karena saya memang ingin jadi dosen." Itu jawaban jujur.
Saya tidak terlalu memikirkan di mana saya akan mengajar dan mengabdi. Saya mencoba setiap kesempatan yang ada. Bukan berarti saya kemudian sama sekali tutup mata. Ya gak gitu juga. Saya selalu cek status PT yang akan saya lamar ke website Dikti. Jika saya rasa wajar dan aman ya saya lanjut.
Sejauh yang saya ingat, setidaknya di wawancara terakhir yang saya ikuti, tidak ada yang menanyakan kenapa saya ingin jadi dosen. Kenapa ya? Apakah itu sesuatu yang tidak penting? Ada sih pertanyaan kenapa saya mau pindah dari industri ke akademis. Beberapa orang berasumsi saya ingin jadi dosen karena ayah saya dosen setelah mengetahui tentang ini. That's true but that's not all.
Beberapa kali saya dibilang (atau mungkin dikritik) terlalu simpel karena cita-cita yang "hanya ingin jadi dosen." Memang iya sih. Tapi kalau kemudian saya dipaksa untuk memikirkan hal yang lebih dari pada itu saya juga gak bisa, itu bukan cara saya.
Jadi kenapa saya ingin jadi dosen?
Profesi guru (saya anggap sama ya di konteks ini, jangan protes) adalah profesi yang menarik. Sebuah profesi yang gak bisa kamu tanggalkan begitu saja hanya karena kamu sudah melepas seragammu. Profesi yang tanggung jawabnya gak ngikutin jam kantor tapi sepanjang waktu. Kakak saya guru kelompok bermain dan hal itu yang selalu ditekankan oleh pimpinannya. Profesi guru juga unik karena terlibat langsung dalam hidup seseorang. Saya sudah mendengar banyak cerita orang-orang yang menemukan jalannya, menemukan inspirasinya, menemukan alasan untuk mengubah cara hidupnya dari seorang guru yang pernah singgah di kehidupannya. Sepertinya menyenangkan melihat anak didiknya bertumbuh.
Kira-kira seperti itu sih.
Most recent people who ask me why I wanted to be a lecturer are my business communication trainer and my project manager.
Saya masih memegang mimpi saya. Tapi bukan berarti mimpi saya harga mati. Seorang senior saya pernah bertanya,"Kamu gak mau jadi tetep jadi software engineer aja?". Saya gak anti dengan ide tersebut tapi saya juga gak mau melepas mimpi saya begitu saja.
Saya belajar sesuatu dari acara Got Talent yang disiarkan di TV. Tidak ada yang tahu kapan Tuhan akan mewujudkan mimpimu.
Sekian curhatnya.
Sudah dari minggu lalu sebenarnya mau menuliskan tentang hal ini. Hanya saja terhalang oleh beberapa hal. Post ini juga sebagai selingan setelah 3 post di bulan ini ternyata semuanya ngomongin tentang dunia kerja. Walaupun Resign dari Jakarta sampai menduduki peringkat 2 post dengan view terbanyak, kali ini saya mau ngomongin hal yang personal.
Personal banget nih. Kalau gak suka pindah post lain aja. Atau mau coba blog baru saya, Catatan Otniel, yang teknis banget. Sudah saya peringatkan lho ya.
Baiklah.
Kalau kalian mengikuti blog ini dari awal pasti tahu cita-cita saya yang sampai sekarang belum kesampaian. Kalau belum tahu silakan baca post-post sebelum ini hahaha.
Saya ingin jadi dosen dan sudah beberapa kali mengikuti tahapan seleksi dosen di beberapa kampus baik negeri maupun swasta. Seperti kebanyakan tahapan rekrutmen, tahapan seleksi dosen pun tak lepas dengan yang namanya wawancara. Nah, saya baru sadar. Sejauh ini saya selalu ditanya,"kenapa kamu mau melamar jadi dosen di kampus ini?" Ada yang tidak puas dengan jawaban saya. Biasanya saya jawab kira-kira intinya,"Bukan karena kampus ini Pak/Bu tapi karena saya memang ingin jadi dosen." Itu jawaban jujur.
Saya tidak terlalu memikirkan di mana saya akan mengajar dan mengabdi. Saya mencoba setiap kesempatan yang ada. Bukan berarti saya kemudian sama sekali tutup mata. Ya gak gitu juga. Saya selalu cek status PT yang akan saya lamar ke website Dikti. Jika saya rasa wajar dan aman ya saya lanjut.
Sejauh yang saya ingat, setidaknya di wawancara terakhir yang saya ikuti, tidak ada yang menanyakan kenapa saya ingin jadi dosen. Kenapa ya? Apakah itu sesuatu yang tidak penting? Ada sih pertanyaan kenapa saya mau pindah dari industri ke akademis. Beberapa orang berasumsi saya ingin jadi dosen karena ayah saya dosen setelah mengetahui tentang ini. That's true but that's not all.
Beberapa kali saya dibilang (atau mungkin dikritik) terlalu simpel karena cita-cita yang "hanya ingin jadi dosen." Memang iya sih. Tapi kalau kemudian saya dipaksa untuk memikirkan hal yang lebih dari pada itu saya juga gak bisa, itu bukan cara saya.
Jadi kenapa saya ingin jadi dosen?
Profesi guru (saya anggap sama ya di konteks ini, jangan protes) adalah profesi yang menarik. Sebuah profesi yang gak bisa kamu tanggalkan begitu saja hanya karena kamu sudah melepas seragammu. Profesi yang tanggung jawabnya gak ngikutin jam kantor tapi sepanjang waktu. Kakak saya guru kelompok bermain dan hal itu yang selalu ditekankan oleh pimpinannya. Profesi guru juga unik karena terlibat langsung dalam hidup seseorang. Saya sudah mendengar banyak cerita orang-orang yang menemukan jalannya, menemukan inspirasinya, menemukan alasan untuk mengubah cara hidupnya dari seorang guru yang pernah singgah di kehidupannya. Sepertinya menyenangkan melihat anak didiknya bertumbuh.
Kira-kira seperti itu sih.
Most recent people who ask me why I wanted to be a lecturer are my business communication trainer and my project manager.
Saya masih memegang mimpi saya. Tapi bukan berarti mimpi saya harga mati. Seorang senior saya pernah bertanya,"Kamu gak mau jadi tetep jadi software engineer aja?". Saya gak anti dengan ide tersebut tapi saya juga gak mau melepas mimpi saya begitu saja.
Saya belajar sesuatu dari acara Got Talent yang disiarkan di TV. Tidak ada yang tahu kapan Tuhan akan mewujudkan mimpimu.
Sekian curhatnya.
Komentar
Posting Komentar