Sunk Cost Fallacy dan Sebuah Mimpi yang Enggan Tercapai

"Masih mau jadi dosen?"

 Banyak orang yang tahu cerita saya menanyakan hal ini kepada saya. Jawabannya sih gampang. Tapi sebelum saya beri tahu jawabannya saya mau cerita dulu dong pastinya.

Memang benar, pengalaman rekrutmen dosen yang terakhir saya alami sedikit banyak melunturkan idealisme mimpi saya. Sampai sekarang bahkan saya masih gak habis pikir bagaimana seorang pejabat struktural di lingkungan akademis mengeluarkan pernyataan yang buat saya gak masuk akal.

Di sisi lain pekerjaan yang saya tekuni sekarang bukanlah sesuatu yang buruk, bahkan bisa sangat menyenangkan. Kemampuan saya juga lumayan kok. Masih bisa bertahan. Dan terlebih lagi melalui pekerjaan yang sekarang saya bisa membantu keluarga saya.

Lalu apakah masih relevan menyimpan mimpi tersebut?

Beberapa waktu yang lalu saya membaca artikel di Time yang membahas mengenai sunk cost fallacy. Sunk cost fallacy adalah sebuah keadaan di mana orang mempertahankan sesuatu karena merasa sayang dengan uang, tenaga, atau waktu yang telah diinvestasikan untuk hal tersebut sekalipun hal tersebut sudah tidak lagi membawa kebahagiaan. Contoh sederhananya adalah menumpuk baju lama di lemari sekalipun sudah tidak pernah digunakan lagi.

Saya sempat berpikir, apa menyimpan mimpi ini termasuk di dalamnya? Mungkin iya. Atau memang iya.

Jadi ya, masih.

Tapi tidak seidealis dulu. Kalau ditanya kapan saya akan jawab,"Nanti kalau ada tawaran yang bagus."

Sebenarnya sekarang pun tidak semua kampus seperti kampus yang ada dalam cerita saya. Ya memang benar sih pilihan saya menjadi terbatas karena memang saya membatasi diri untuk tidak keluar dari Jogja karena satu dan lain hal. Sudah resiko dan saya pun menyadarinya.

Recently I lost my chance to be a permanent employee simply because my manager knew I want to be a lecturer. This is the price that I have to pay to keep my dream. I feel wronged actually because there is no problem at all with my work and performance. But, well, it is just one of those days. The show must go on.

"For better or for worse, I have to be who I really am." 
~Second Act (2019)

Komentar